Oleh: Tgk Mustafa Husen Woyla, S.Pd. I
Hikmah
Sebagian dari hikmah Allah menempatkan ibadah haji di urutan rukun Islam paling terakhir adalah sebagai bentuk isyarat bahwa haji merupakan ibadah penyempurna bagi yang mampu dan sanggup berjalan Baitullah. Sekaligus ibadah haji juga mempertajam kembali ruh syahadah, shalat dan puasa. Karena syahadah, shalat dan puasa juga terkandung dalam pelaksannaan haji.
Melaksanakan ibadah haji dan umrah membutuhkan niat yang kuat dan pengorbanan harta dikarenakan salah satu esensi haji adalah pengorbanan. Pengorbanan jika tidak dibarengi dengan niat yang tulus juga tidak akan membuahkan hasil.
Ibadah haji juga bertujuan agar ummat Islam tidak seperti katak di bawah temperung namun mesti berwawasan go internasional, hal ini jelas ketika musim haji seluruh ummat muslim dari berbagai belahan dunia berkumpul dalam derajat yang sama berthawaf dan bersimpuh di hadapan rumah Allah tanpa mengenal ras, suku, bangsa dan warna kulit putih atau hitam. Di hadapan Allah semua sama. Disamping itu ibadah haji juga dapat menjadi ajang silaturrahmi antar suku dan bangsa di dunia untuk saling mengenal satu sama lainnya.
Hikmah lainnya, haji dan kurban juga menuntut ummat Islam menjadi orang kaya namun tidak kikir untuk berbagi antar sesama karena semua rezeki datang dari Allah.
Lalu kenapa kita mesti dituntut rela berkorban?
Pertama, Allah membeli harta dan jiwa hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah swt:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar (At-Taubah. 111).
Lihatlah kandungan ayat di atas betapa gamblang Allah mengatakan bahwa Allah berniaga dengan hamba-Nya. Beruntunglah bagi orang yang mempunyai barang bagus yang layak untuk dijual kepada Allah sehingga mendapat laba yang besar berupa ridho dan syurga-Nya Allah swt.
Kedua, apa bentuk mabi’/produk/komoditi kita jual kepada Allah swt? Tentu bukan berupa barang sebagaimana berniaga dengan manusia pada umumnya. Maha Suci Allah dari mengambil untung dari hamba-Nya.
Firman Allah Yang Maha Agung dalam Al-quranul karim:
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat (melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad. ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa), yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (At-Taubah 112).
Dari ayat di atas kita lihat komoditi/barang yang layak dijual kepada Allah adalah taubat para hamba dari segala dosa, puasa, amar makruf nahi munkar dan menegakakn hukum Allah swt. Pekerjaan/amal itulah yang menjadi barang berharga di sisi Allah. Melakukan transaksi tersebut juga bagian dari memperbaiki hablum minallah dan hablu minannas.
Ketiga, Sebagaimana layaknya berniaga, tentu punya batas waktu dan kapan barang dagangan laku dengan harga tinggi. Sebagai ilustrasi pepaya dan nanas biasa akan mahal menjelang lebaran karena para ibu rumah tangga kebanyakan mencari buah tersebut untuk membuat es buah untuk menjamu para tamu yang bersilaturrahmi ke rumah. Begitu juga berniaga dengan Allah ada batas waktu dan limit yang mesti kita kejar target agar dagangan laku.
Berikut ayat Allah yang menjelaskan sampai kapan Allah akan membeli dagangan dari hamba-Nya.
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (QS.Ibrahim : 31)
Batas waktu berniaga bisa jadi kiamat kubra (besar) atau kiamat sughra (kecil) berupa kematian, tentu kematian tidak ada yang tau selain Allah. Oleh karena demikian manusia senantiasa dituntut siap siaga menyikapi kapan batas waktu berniaga habis.
Keempat, Perintah berkurban terkandung dalam surah Al-kautsar bagi orang yang mempunyai kelebihan harta.
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah) 3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus (terputus dari rahmat Allah).
Kelima, Punishment (hukuman), Rasulullah sangat membenci ummtanya yang mempunyai kelapangan rizki namun tidak menyembelih kurban. Sebagaimana hadist dari Abi Hurairah ra berkata. Berkata Rasulullah saw “ Siapa saja yang mempunyai keluasan rizki namun tidak berkurban maka jangan dekati mesjid kami”. (HR Ibnu Majah).
Memang, Berkurban adalah sunnah muakkadah namun Rasullah sangat membenci bagi orang yang mampu tapi enggan melaksanakan. Bayangkan betapa marahnya Nabi saw sehingga melarang datang ke mesjid beliau shalat.
Keenam, Reward (pahala). Kebaikan apa yang kita raih jika melaksanakan kurban? Hadist nabi saw menjelaskan:
“Tidak ada satu amalan yang dikerjakan anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya. Sesunggunya darahnya akan sampai kepada Allah ‘Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi).
Kesimpulan
Hikmah besar dari Qurban juga mendidik karakter muslim agar memiliki rasa kepedulian sosial. Sebagaimana pesan Rasulullah saw yang sangat menyentuh.
Dari Anas bin Malik Rasulullah saw bersabda “Seseorang belum sempurna imannya sehingga dia mencintai saudara sesama muslim sebagaimana mencintai diri sendiri” (HR Bukhari Muslim).
Kepedulian inilah yang mulai terkikis habis ditengah masyarakat muslim hari ini. Apalagi yang hidup di perkotaan. Terkadang, jangankan menolong atau peduli, sama tetangga yang berseblahan saja tidak saling kenal. Bagaimana kita mengakui ummat nabi sementara ajaran-ajaran yang sangat mendasar tidak kita laksanakan sebagimana mestinya.
Semoga dengan memperingati Idul Qurban, spirit cinta, peduli sosial tumbuh dan mengakar menjadi karakter setiap muslim sehingga tercipta masyarakat madani sebagaimana dicita-citakan selama ini. Wallahu A’lam bisshawab.
Penulis, Sektaris Umum Ikatan Penulis Santri Aceh dan Guru Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee.