Oleh: AYAH H MUHAMMAD FAISAL
(Naskah khutbah jum’at 30 September 2022 di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh)
Ada beberapa tingkatan derajat supaya kita bisa terpaut hati dan tumbuh rasa cinta pada kekasih Allah subhanahu wa ta’ala, Sayyidina Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Derajat yang pertama adalah mengenal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepadanya. Beriman kepada Beliau hukumnya wajib.
Allah SWT telah mengutus para Rasul ‘alaihimus salam dan menurunkan kitab-kitab-Nya, hingga mengutus Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para Rasul. Telah diturunkan risalah kepada nabi Musa ‘alaihi as-salam, telah diturunkan risalah kepada nabi Isa ‘alaihi as-salam. Kemudian ditutup dengan risalah yang diturunkan kepada nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, Dan ini merupakan risalah terakhir.
Dalam hadits nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ
“Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah).” (H.R Muslim)
Oleh karena itu Allah SWT mewajibkan kita beriman terhadap perkara ini, Bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Dia adalah pencipta, Pemberi Rezeki, Maha mampu atas segala sesuatu. Allah mengutus para Rasul sebagai penuntun dan menurunkan kitab-kitab sebagai petunjuk.
Allah membebankan (taklif) kepada ummat manusia dalam kehidupan dunia ini dengan syariat-Nya, Halal dan Haramnya. Kemudian Allah menetapkan larangan dan menetapkan perintahnya. Memerintahkan kita untuk beribadah. dan membolehkan segala hal yang halal. Dan melarang kita terhadap perkara yang haram, memakruhkan terhadap perkara yang makruh, dan membolehkan terhadap perkara yang mubah. Inilah hukum-hukum taklif yang telah Allah tetapkan dalam hal ibadah kepada-Nya. Allah SWT berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat Ayat 56)
Kemudian Allah memerintahkan kita untuk menjadi pemakmur diatas permukaan bumi.
Dalam Al-Qur’an surah Hud Allah berfirman
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
Dia telah menciptakan kalian dari tanah dan menjadikan kalian pemakmurnya. (Hud: 61)
Dalam hal tazkiyyatun nafsi (penyucian diri) Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9) Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya (10) QS. al-Syams
Ini merupakan diantara apa yang diajarkan dan dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang diajarkan ini merupakan perintah dari Allah. Dengan beriman kepada Nabi maka kita akan melaksanakan perintah-perintah ini.
Dan Allah juga memerintahkan kita untuk bershalawat kepadanya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al Ahzab :
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤئكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (QS Al Ahzab: 56)
Shalawat kepada nabi memiliki kedudukan yang sangat Agung, sehingga Allah menjadikan shalawat ini salah satu rukun shalat. Tidak sah shalat apabila dalam tahiyyat tidak membaca shalawat kepada Nabi.
Derajat yang kedua adalah dengan menghadirkan rasa cinta kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam.
Orang yang paling mencintai nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak mengucapkan shalawat kepadanya.
Dan Allah membalas setiap satu kali shalawat kepada nabi dengan 10 kali kebaikan.
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً صلَّى اللَّهُ عليهِ عشرَا
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan” ( HR Ahmad )
Rasa cinta kita kepada nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hakikatnya adalah bagian daripada kita mencintai Allah.
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ (آل عمران : ۳۱)
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Ali ‘Imran: 31)
Memiliki rasa cinta kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam membuat kita memujinya, membacakan shalawat kepadanya, memiliki keterpautan hati dengannya. Dan hal inilah yang akan membuat kita meneladaninya dalam kehidupan, mengikuti sunnah-sunnahnya, dan meninggalkan yang dilarang olehnya.
Oleh karenanya kita melihat kaum muslimin dari masa para sahabat hingga sekarang melantunkan pujian-pujian kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melalui qasidah-qasidah yang dinamakan dengan al-Madh (pujian).
Sebagaimana misalnya yang dilantunkan oleh Hassan bin Tsabit :
وأحسن منك لم ترى قطّ عيني . وأجمل منك لم تلد النساء
Yang lebih indah darimu tak pernah dilihat oleh mataku. Dan yang lebih tampan darimu tak pernah seorang wanita pun melahirkannya.
خلقت مبرّأ من كلّ عيب . كأنك قد خلقت كما تشاء
Engkau diciptakan bersih dari segala macam aib. Seolah engkau diciptakan menurut kehendakmu sendiri, wahai Rasulullah.
Ini adalah pujian kepada Rasulullah yang dilantunkan oleh sayyidina Hassan bin Tsabit. Dan juga ada pujian lain yang dilantunkan oleh Ka’ab bin Zuhair dalam qasidahnya Banat su’ad.
Sayyidina Hassan bin Tsabit pernah jatuh dalam peristiwa fitnah ifki (berita bohong), beliau termakan dengan isu fitnah ini, Beliau juga termasuk orang yang menyebarkannya. Ketika wahyu turun dan menyatakan Siti Aisyah terbebas dari fitnah yang dituduhkan, sayyidina Hassan bertaubat memohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepada Rasulullah. Karena cintanya kepada Rasulullah, Allah mengampuni sayyidina Hassan bin Tsabit dan kemudian beliau menjadi penyair Rasulullah.
Nu’aiman seorang sahabat Nabi yang candu dengan Arak (minuman keras), berulang kali setelah mabuk beliau mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan ya Rasulullah thahhirnii (sucikanlah aku), tegakkkan hukum atasku. Kemudian ditegakkan had atasnya dengan dicambuk 40 kali lalu beliau pun bertaubat. Tak lama kemudian beliau tergelincir lagi dan datang lagi kepada Rasulullah untuk minta ditegakkan hukum. Hingga kali keempat, sayyidina Umar minta kepada Rasulullah untuk membunuhnya.
Rasulullah berkata :
إنه يحب الله و رسوله
Wahai Umar… Sungguh ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Karenanya tingkatan derajat kedua ini yaitu mencintai Baginda Rasulullah menjadi penting, agar hati kita terikat, terpaut dengan Beliau.
Derajat yang ketiga adalah Al-‘amal (amalan) dan al-ittiba’ (mengikuti).
Amal dan ittiba’ ini akan lahir dari rasa hubb atau cinta kepada Rasulullah. Ketika cinta telah ada dalam hati maka kita akan cenderung mengikuti orang yang kita cintai. Rasulullah adalah Sayyid ash-shalihin (Penghulu Para Orang Shaleh). Pedoman terbaik, suri tauladan terbaik dari segala bentuk.
Dari segi Rifq (kelembutan), Rahmah (Kasih Sayang), Huduk (Ketenangan) dan Sakinah (Ketentraman).
Nabi berkata kepada Siti Aisyah :
يا عائشة إن الرفق ـ لا يكون في شيء إلا زانه ،ولا ينزع من شيء إلا شانه
“Tidaklah kelembutan diletakkan pada suatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah diangkat kelembutan tersebut kecuali akan merusaknya dan memperburuknya.” (HR. Bukhari, Muslim dan An nasai).
Rasulullah mendapatkan ketenangan dalam shalat. ارحنا بها يا بلال
“Wahai Bilal… rilekskan kami dengan sholat”.
Hendaknya kita juga ber- ittiba’ mengikuti, mencontoh Rasulullah dengan mencari ketenangan di dalam shalat sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah.
Inilah derajat ittiba’.
Derajat yang keempat adalah kita hidup bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Disini Rasulullah memiliki jiwa kita, akal kita, hati kita, ruh kita.
Perhatikan dibalik shalat ada khusyu’ , dibalik puasa ada rahasia puasa hanya kita dan Allah yang tau, dibalik haji ada tujuan dan maksud yang ingin dicapai yaitu Allah SWT. Bagaimana amalan ini mau sampai kepada Allah kalau kita mengesampingkan Rasululllah.
Di antara para sahabat ada yang bermuamalah dalam kehidupan sebagaimana muamalah nya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah Abu Bakar.
Abu bakar menjadikan Rasulullah sebagai pedoman dan suri tauladan.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (QS Al Ahzab 20)
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (QS Al Hasyr 7)
Abu bakar adalah orang yang menemani Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hijrah. Beliau bermuamalah dengan rasul seperti muamalah ibu dengan anak. Menjaga Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dari setiap bahaya yang ada. Inilah sosok manusia yang hatinya telah melekat dengan hati Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Hingga hidup dengan kehidupannya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Menjadikan Rasulullah sebagai pedoman dan tauladan dari segala segi.
Dengan mengenal Rasulullah melalui sirah nya, beriman kepadanya, menghadirkan rasa cinta kepadanya, lalu diikuti dengan amal dan ittiba’ kepadanya, maka dengan demikian kita telah menjadikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan. [add web]
[Teks Khutbah Ayah H Muhammad Faisal, Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee]